BANDUNG, MELESAT – Majelis Hakim Pengadilan Negeri Bandung menjatuhkan vonis 3 tahun penjara kepada Miming Theniko dalam sidang putusan yang berlangsung pada Selasa (17/6/2025).
MT terbukti secara sah dan meyakinkan telah melakukan penipuan melalui skema investasi tekstil senilai Rp100 miliar.
Vonis ini lebih ringan 6 bulan dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta hukuman 3 tahun 6 bulan penjara.
Ketua Majelis Hakim, Tuti Haryati SH., MH., memaparkan bahwa Miming telah melanggar Pasal 378 KUHP tentang penipuan. Selain itu, hakim juga menilai perbuatan tersebut termasuk perbuatan berlanjut yang seharusnya dijerat dengan Pasal 64 KUHP.
Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum Miming, Edward Gultom SH., MH., menyampaikan kekecewaannya. Ia menyebut ada keanehan dalam cara hakim menafsirkan dan menetapkan pasal.
“Prinsipnya kami hormati putusan ini. Vonis 3 tahun, meski kami kecewa juga,” ujar Edward di hadapan awak media.
“Kami masih pikir-pikir untuk lakukan upaya hukum atau tidak dalam waktu 2 minggu ini. Tapi kami mencatat beberapa hal yang menurut kami, ada kecenderungan bahwa terdakwa lebih banyak harus membuktikan bahwa dia tidak bersalah. Seharusnya jaksa yang membuktikan pasal 64 tentang perbuatan berlanjut.
Lebih lanjut, Edward menyoroti bahwa dalam tuntutan jaksa tidak ada Pasal 64 KUHP, namun anehnya majelis hakim justru menggunakannya dalam pertimbangan vonis. Menurutnya, hal ini tidak lazim secara hukum.
“Seharusnya jaksa yang membuktikan, meski di dakwaan memang ada junto Pasal 64. Tapi kalau tidak dituntut, mengapa malah hakim yang membuktikan?” tambahnya.
Pihak terdakwa juga mempertanyakan logika penipuan yang hanya berdasar pada 472 lembar cek kosong. Mereka menyebut cek tersebut dicairkan pada tahun 2021, padahal perbuatan pidana yang dituduhkan terjadi pada 2017–2018.
“Kalau memang ada niat terdakwa untuk menipu, cukup beberapa cek saja. Tidak perlu sebanyak itu. Di sinilah letak perbedaan sudut pandang kami dengan majelis hakim,” jelas Edward.
Ia juga menyinggung keterangan ahli yang menyebut pelapor, The Siauw Tjiu, melakukan praktik window dressing yakni memoles performa keuangan perusahaan agar terlihat sehat di mata bank.
Terhadap putusan tersebut, Tim Kuasa hukum menyatakan pikir pikir.