YOGYAKARTA, MELESAT – Kementerian Kependudukan dan Pembangunan Keluarga (Kemendukbangga) / Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) mendorong Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD), baik provinsi maupun kabupaten dan kota, guna mengakomodasi Peta Jalan Pembangunan Kependudukan (PJPK).
PJPK sendiri merupakan operasionalisasi Grand Design Pembangunan Kependudukan (GDPK) yang di dalamnya memuat sasaran, target, dan rencana aksi pembangunan kependudukan.
“Alhamdulillah, hasil analisis menunjukkan seluruh pemerintah daerah di Jawa Barat sudah memasukkan indikator-indikator PJPK. Dari 30 indikator PJPK, ada tujuh indikator utama yang harus masuk dalam dokumen RPJMD,” beber Kepala Perwakilan Kemendukbangga/BKKBN Provinsi Jawa Barat Dadi Ahmad Roswandi usai Pertemuan Regional II Internalisasi PJPK Tahun 2025-2029 dan Rencana Aksi dalam Dokumen Perencanaan Pembangunan Daerah di Yogyakarta pada Rabu 11 Juni 2025.
Dikatakan, pertemuan internalisasi ini merupakan momentum tepat karena RPJMD Jawa Barat 2025-2029 akan segera diketuk palu.
“Demikian pula dengan RPJMD kabupaten dan kota,” tambah Dadi.
Di tingkat provinsi, RPJMD dan Renstra telah mengakomodasi masing-masing 18 indikator. Namun demikian, terdapat 10 indikator yang tidak masuk dalam dokumen RPJMD maupun Renstra.
“Ini berbeda dengan Kabupaten Garut yang telah mengakomodasi seluruh indikator pada RPJMD maupun Renstra. Garut menjadi satu-satunya daerah di Jawa Barat yang telah mengakomodasi seluruh indikator PJPK,” katanya.
Daerah lain yang telah mengakomodasi nyaris seluruh indikator adalah Kabupaten Sumedang. RPJMD Kabupaten Sumedang memuat 28 indikator. Adapun Renstra memuat 23 indikator. Kabupaten Sumedang hanya melewatkan satu indikator pada dua dokumen perencanaan tersebut.
Di luar dua kabupaten tersebut, tidak ada lagi daerah di Jawa Barat yang memasukkan lebih dari 20 indikator PJPK dalam RPJMD mereka. Satu-satunya yang mendekati adalah Kabupaten Kuningan dengan 19 indikator pada RPJMD dan 23 indikator pada Renstra.
Yang menarik, terdapat satu kabupaten yang sama sekali tidak memasukkan indikator PJPK pada RPJMD: Kabupaten Bekasi.
“Tiga terendah lainnya adalah Kota Tasikmalaya (1 indikator), Kota Cirebon (2 indikator), dan Kabupaten Cianjur (2 indikator). Kota Cirebon tercatat menjadi daerah dengan jumlah indikator yang tidak terakomodasi dalam RPJMD tertinggi, 28 persen,” beber Dadi.
Menteri Kependudukan dan Pembangunan Keluarga/Kepala BKKBN RI Wihaji mengatakan, kependudukan menjadi isu yang sederhana namun memiliki dampak besar bagi masa depan sebuah bangsa.
“Pertumbuhan penduduk yang cepat dan tidak merata menimbulkan tekanan besar pada sumber daya dan layanan publik. Karenanya, PJPK hadir sebagai solusi yang sistematis dan terukur,” jelasnya.
Sementara, Wakil Gubernur DIY Sri Paduka KGPAA Paku Alam X saat membacakan sambutan Gubernur DIY menyatakan, upaya dalam mengelola kependudukan pada hakikatnya adalah membangun peradaban.
“Tantangan yang kita hadapi seperti urbanisasi, ketimpangan wilayah, dan transformasi digital, memerlukan kebijakan yang adaptif dan berpihak pada kualitas manusia. Karena itu, pertemuan hari ini menjadi momentum strategis untuk menyatukan arah kebijakan pembangunan pusat dan daerah melalui internalisasi PJPK 2025–2029,” papar Sri Paduka. ***