BANDUNG, MELESAT– Tim penasihat hukum terdakwa Miming Theniko (MT) melanjutkan pembacaan pledoi yang sempat tertunda sepekan, hal itu diakibatkan tebalnya pledoi yakni sekitar 1200 halaman. Sidang lanjutan pembacaan pledoi digelar di Pengadilan Negeri (PN) Bandung pada Selasa 27 Mei 2025.
Tim penasihat hukum menegaskan bahwa klien mereka tidak melakukan kejahatan, melainkan menjadi korban kriminalisasi yang terselubung dalam tuntutan hukum.
Mereka juga mengungkap dugaan rekayasa proses hukum yang terjadi sejak tahap penyidikan hingga penuntutan. Selain itu, mereka menyoroti sikap jaksa yang mengabaikan asas keadilan universal in dubio pro reo, yakni prinsip bahwa setiap keraguan seharusnya berpihak pada terdakwa.
Volume pledoi ini jauh melebihi tuntutan jaksa yang hanya memuat 46 halaman. Karena banyaknya halaman, Ketua Majelis Hakim, Tuty Haryati, S.H., M.H., akhirnya menunda pembacaan lanjutan pledoi yang sedianya dilanjutkan hari ini.
“Dakwaan jaksa terlalu dipaksakan. Fakta-fakta persidangan dan alat bukti tidak mendukung tuduhan penipuan sebagaimana Pasal 378 KUHP,” tegas DR. Yopi Gunawan, S.H., M.H., M.M., salah satu penasihat hukum terdakwa dalam sidang.
Tim kuasa hukum mengungkap bahwa proses hukum terhadap terdakwa dipenuhi kejanggalan sejak awal. Mereka menyebut adanya manipulasi dalam penyusunan alat bukti hingga tekanan dalam penyidikan yang berujung pada ketidaksesuaian antara Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan kesaksian di persidangan.
“Sangat banyak keterangan saksi dalam BAP yang berbeda dengan kesaksian di persidangan. Ini menunjukkan ketidakkonsistenan dan adanya tekanan pada proses penyidikan,” jelas Ricky Mulyadi, S.H., M.H., yang juga bagian dari tim kuasa hukum.
Menurut mereka, fakta-fakta dari jaksa dalam tuntutannya banyak yang ditambah, bahkan dihilangkan, termasuk keterangan saksi, ahli, dan terdakwa sendiri.
Dalam pledoi, tim kuasa hukum MT dengan tegas menyebut bahwa jaksa telah mengabaikan asas in dubio pro reo. Padahal, prinsip ini menjadi pilar penting dalam hukum pidana, di mana setiap keraguan seharusnya berpihak pada terdakwa.
“Kami sangat menyayangkan Penuntut Umum tetap menuntut pidana meskipun unsur-unsur pidana tidak terbukti secara sah dan meyakinkan di persidangan,” ujar Randy Raynaldo, S.H.
Ia menegaskan bahwa jika jaksa tidak mampu membuktikan adanya tindak pidana, maka Majelis Hakim seharusnya membebaskan terdakwa. “Sesuai dengan asas pidana, lebih baik membebaskan 1.000 orang bersalah daripada menghukum 1 orang yang tidak bersalah,” tegasnya.
Lebih lanjut, tim kuasa hukum menjelaskan bahwa perkara ini seharusnya masuk kategori sebagai sengketa perdata. Mereka memaparkan bahwa hubungan hukum antara terdakwa dan pelapor berkaitan dengan peningkatan performa rekening milik PT Sinar Runner Indo, bukan penipuan.
Tim kuasa hukum menegaskan bahwa pelapor justru memanfaatkan cek-cek milik terdakwa dan mencairkannya melalui rekening atas nama istri, kakak ipar, serta perusahaan milik kakak iparnya. Mereka mengungkap bahwa pelapor aktif mengatur pencairan dana melalui jalur internal yang telah ia siapkan sendiri.
“Pelapor telah menarik dana sebesar Rp101.387.000.000, bahkan melebihi jumlah dalam dakwaan sebesar Rp100.138.885.100. Selisihnya mencapai Rp1.248.114.900,” jelas Ricky Mulyadi. Ia menegaskan bahwa fakta ini membuktikan pelapor sama sekali tidak mengalami kerugian.
Cek Dicairkan Sepihak, Terdakwa Merugi
Tim hukum juga menyoroti dua lembar dari total 385 cek atas nama keponakan terdakwa yang harusnya dikembalikan. Namun, pelapor justru mencairkannya tanpa menyetorkan dana terlebih dahulu ke rekening terkait, menyebabkan penolakan oleh bank.
Unsur Pasal 378 KUHP Tidak Terpenuhi
Dalam pledoi, penasihat hukum MT secara sistematis membedah Pasal 378 KUHP dan menyimpulkan bahwa tidak satu pun unsurnya terbukti:
1. Tidak ada maksud menguntungkan secara melawan hukum: MT tidak mendapat keuntungan pribadi.
2. Tidak ada tipu muslihat: Dana diberikan secara sukarela oleh pelapor, tanpa pemaksaan.
3. Tidak ada kebohongan atau identitas palsu: Semua transaksi berlangsung atas dasar kepercayaan.
4. Tidak ada penggerakan korban secara tidak sah: Cek-cek dipegang dan dicairkan sendiri oleh pelapor.
“Surat dakwaan jaksa tidak mendasarkan uraian peristiwa yang memenuhi semua unsur Pasal 378 KUHP. Maka menurut yurisprudensi dan prinsip hukum pidana, terdakwa sepatutnya bebas demi hukum,” ujar Kartiko, S.H., sembari mengutip Putusan MA Nomor 812 K/Pid/2011 sebagai preseden.
Tim kuasa hukum menutup pledoi dengan seruan menyentuh, meminta Majelis Hakim menjunjung hati nurani dan menegakkan keadilan sejati. Mereka mendorong hakim agar mempertimbangkan seluruh fakta yang terungkap selama persidangan sebagai dasar utama dalam menjatuhkan putusan.
“Karena berdasarkan fakta-fakta persidangan, Terdakwa sama sekali tidak melakukan tindak pidana sebagaimana dakwaanndan tuntutan Jaksa Penuntut Umum,” tegas DR. Yopi Gunawan.
Kini, Majelis Hakim memegang penuh kendali atas nasib hukum MT. Tim kuasa hukum pun berharap hakim tak sekadar menjatuhkan vonis formalistik, melainkan menghadirkan putusan yang benar-benar mencerminkan keadilan.